Oleh DR. Amir Faishol Fath
Siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan
berkata:”Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” Dan
tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang
lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan
seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu
tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang
besar.” (QS. Fushshilat: 33-35).
Ayat di atas merupakan bekal utama bagi
para aktivis dakwah di jalan Allah (dai), agar selalu semangat dan istiqamah,
tidak pernah gentar dan getir, senantiasa menjalankan tugasnya dengan tenang,
tidak emosional dan seterusnya. Ayat tersebut diletakkan setelah sebelumnya di
awal surat Fushshilat Allah menggambarkan sikap orang-orang yang tidak mau
menerima ajaran Allah. “Mereka mengatakan: hati kami tertutup, (maka kami tidak
bisa menerima) apa yang kamu serukan kepadanya, pun telinga kami tersumbat,
lebih dari itu di antara kami dan kamu ada dinding pemisah.” (Fushshilat: 5).
Bisa dibayangkan bagaimana beratnya tugas dakwah jika yang dihadapi adalah
orang-orang yang tidak mau menerima kebenaran, tidak mau diajak kepada kebaikan,
lebih dari itu ia menyerang, memusuhi dan melemparkan ancaman. Setiap
disampaikan kepada mereka ajaran Allah, mereka menolaknya dengan segala cara,
entah dengan menutup telinga, menutup mata, atau dengan mencari-cari alasan dan
lain sebagainya.
Dakwah di jalan Allah adalah kebutuhan
pokok manusia. Tanpa dakwah manusia akan tersesat jalan, jauh dari tujuan yang
diinginkan Allah swt. Para rasul dan nabi yang Allah pilih dalam setiap fase
adalah dalam rangka menegakkan risalah dakwah ini. Di dalam Al-Qur’an, Allah
swt tidak pernah bosan mengulang-ulang seruan untuk bertakwa dan menjauhi
jalan-jalan setan. Tetapi manusia tetap saja terlena dengan panggilan hawa
nafsu. Terpedaya dengan indahnya dunia sehingga lupa kepada akhirat. Dalam
surat Al-Infithaar ayat 6 Allah berfirman: yaa ayyuhal insaan maa gharraka
birabbikal kariim? (wahai manusia apa yang membuat kamu terpedaya, sehingga
kamu lupa terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah?)
Dalam ayat lain: kallaa bal tuhibbuunal
aajilah watadzaruunal aakhirah (sekali-kali tidak, sungguh kamu masih mencintai
dunia dan meninggalkan akhirat) (Al-Qiyaamah: 20-21). Perhatikan bagaimana
pahit getir yang harus ditempuh para pejalan dakwah. Sampai kapan manusia harus
terus terombang-ambing dalam gemerlap dunia yang menipu kalau tidak ada seorang
pun yang bergerak untuk melakukan dakwah? Di sini tampak bahwa tugas dakwah
pada hakikatnya bukan hanya tugas para dai, melainkan tugas semua manusia yang
mengaku dirinya sebagai hamba Allah –tak perduli apa profesinya– lebih-lebih mereka
yang telah meletakkan dirinya sebagai aktivis dakwah.
Karenanya, persoalan dakwah bukan
persoalan nomor dua, melainkan persoalan pertama dan harus diutamakan di atas
segala kepentingan. Bila kita mengaku mencintai Rasulullah saw., maka juga
harus mengaku bahwa berjuang di jalan dakwah adalah segala-galanya. Karena
Rasulullah dan sahabat-sahabatnya tidak saja mengorbankan segala waktu dan
hartanya bahkan jiwa raganya untuk dakwah kepada Allah. Bagi mereka rumah dan
harta yang telah mereka bangun sekian lama di kota Makkah memang merupakan
bagian dari kehidupan yang sangat mahal dan berharga. Tetapi mempertahankan
iman dan menegakkan ajaran Allah di bumi adalah di atas semua itu. Karenanya
mereka tidak pikir-pikir lagi untuk berhijrah dengan meninggalkan segala apa
yang mereka miliki. Mereka benar-benar paham bahwa iman dan dakwah pasti
menuntut pengorbanan. Karenanya dalam berbagai pertempuran para sahabat
berlomba untuk melibatkan dirinya. Mereka merasa berdosa jika tidak ikut
terlibat aktif. Tidak sedikit dari mereka yang telah gugur di medan tempur.
Semua ini menggambarkan kesungguhan dan kejujuran mereka dalam menegakkan
risalah dakwah yang taruhannya bukan hanya harta benda melainkan juga nyawa.
Di sadur Kemali oleh Gus Isqowi
0 komentar:
Posting Komentar